WA Us 24/7:

+62 819-0111-2308

Mail Us Anytime:

info@institutnasional.ai

Stanford Bicara Soal Generative AI: Kreativitas Mahasiswa Naik, Plagiarisme Jadi Ancaman

Generative AI

Generative AI seperti ChatGPT semakin sering digunakan oleh mahasiswa untuk mendukung tugas kuliah. Menurut studi dan diskusi akademik di Stanford University, penggunaan AI ini ternyata bisa meningkatkan kreativitas. Mahasiswa lebih berani mengeksplorasi ide baru, menyusun argumen berbeda, hingga mengombinasikan sumber referensi dengan cara yang lebih inovatif. AI dianggap memberi dorongan bagi mereka yang biasanya kesulitan memulai tulisan atau mencari inspirasi.

Namun, para akademisi juga menyadari munculnya dilema besar. Di balik lonjakan kreativitas, ada kekhawatiran serius tentang integritas akademik. AI yang mampu menghasilkan teks dengan cepat membuat plagiarisme semakin sulit dideteksi. Bukan hanya copy-paste dari internet, tetapi juga “plagiarisme halus” berupa karya yang seolah asli, padahal sebagian besar disusun mesin. Stanford menegaskan hal ini bisa menjadi ancaman nyata bagi kualitas pendidikan tinggi.

Generative AI

Kreativitas Naik: AI Jadi “Teman Brainstorming”

Penelitian awal yang dipantau Stanford menunjukkan mahasiswa yang menggunakan AI lebih produktif dalam brainstorming. Mereka bisa menghasilkan lebih banyak alternatif ide, merancang kerangka esai dengan cepat, serta mengembangkan argumen dari sudut pandang yang lebih beragam. Bagi dosen, fenomena ini terlihat seperti lonjakan kreativitas karena mahasiswa lebih aktif menuangkan gagasan yang sebelumnya sulit muncul.

Selain itu, AI juga membantu mahasiswa mengatasi hambatan psikologis, seperti rasa takut salah atau kesulitan merangkai kalimat. Dengan bantuan AI, mereka bisa memulai lebih cepat lalu menyesuaikan hasilnya dengan gaya pribadi. Stanford melihat peluang besar di sini: AI bisa menjadi katalis yang membebaskan mahasiswa dari kebuntuan ide, sehingga kreativitas yang sebenarnya terpendam dapat lebih mudah muncul ke permukaan.

Generative AI

Plagiarisme: Bayangan Gelap di Balik Manfaat

Sayangnya, potensi positif ini datang dengan risiko besar. Stanford menekankan, generative AI berpotensi mendorong praktik plagiarisme yang lebih sulit dilacak. Karya yang dihasilkan mesin bisa terlihat orisinal, padahal kontennya sangat bergantung pada data pelatihan yang dikutip tanpa izin. Jika mahasiswa hanya mengandalkan hasil AI tanpa pemikiran kritis, maka nilai akademik dari karya tersebut menjadi sangat dipertanyakan.

Lebih jauh lagi, AI juga dapat menurunkan motivasi mahasiswa untuk berusaha. Jika semua tugas bisa dikerjakan dengan satu klik, semangat untuk meneliti, menganalisis, dan menulis sendiri bisa melemah. Stanford memperingatkan, tanpa regulasi dan panduan etika yang jelas, kampus bisa menghadapi krisis integritas akademik di masa depan. Plagiarisme berbasis AI ini jauh lebih rumit dibanding plagiarisme tradisional.

Tantangan Kampus: Menjaga Etika Akademik

Stanford mendorong institusi pendidikan untuk segera menyusun kebijakan penggunaan AI. Dosen tidak bisa sekadar melarang, karena AI sudah menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa. Sebaliknya, mereka perlu merancang aturan yang jelas: kapan AI boleh dipakai, bagaimana hasilnya harus dikutip, dan sejauh mana kontribusi AI dapat diterima dalam tugas akademik. Transparansi menjadi kunci agar penggunaan AI tetap jujur.

Selain kebijakan, diperlukan juga sistem deteksi yang lebih canggih. Beberapa kampus sudah mulai menguji software anti-plagiarisme khusus untuk karya berbasis AI. Namun Stanford menekankan, pendekatan ini saja tidak cukup. Yang lebih penting adalah membangun kesadaran etis di kalangan mahasiswa bahwa AI hanyalah alat bantu, bukan pengganti proses berpikir kritis yang menjadi inti pendidikan.

Jalan Tengah: AI sebagai Alat, Bukan Jalan Pintas

Para peneliti Stanford percaya ada jalan tengah yang bisa ditempuh. AI dapat diperlakukan sebagai “asisten akademik” yang membantu memperkaya ide, bukan sebagai mesin yang menggantikan tugas berpikir. Dengan cara ini, mahasiswa tetap dituntut mengolah, menyaring, dan mengembangkan hasil AI menjadi karya orisinal. Tantangan terbesar ada pada bagaimana dosen dan kampus mampu menanamkan pola pikir tersebut.

Jika digunakan dengan bijak, generative AI dapat mendorong revolusi pendidikan ke arah yang lebih kreatif dan kolaboratif. Mahasiswa bisa belajar lebih cepat, lebih berani bereksperimen, dan lebih siap menghadapi dunia kerja yang semakin terdigitalisasi. Namun jika disalahgunakan, AI justru akan menciptakan generasi akademisi yang malas berpikir dan hanya mengandalkan mesin. Stanford menekankan, pilihan itu ada di tangan kita semua.

Baca Juga : 

Pelatihan AI Bersertifikasi Nasional

About the Author

You may also like these